Daylight Party [Epilog]

taelli-daylight-party-1

Daylight Party

Lee Taemin/Choi Sulli; slight other shiny effects pair

PG-13 rated. | Romance/Friendship/Drama. | Indonesian.

plot © kazuka. characters © they belong to God & themselves. no profit is gained in the making. written for entertaining purpose only.

— “Midnight Circus sudah berakhir kontraknya, namun bukan berarti semuanya akan berakhir pula!”

 

Hey, hey! Play, play! Jump, jump! Hey, hey!” suara itu melafalkan lirik dengan pelafalan yang masih belum sempurna—cadel dan terdengar begitu menggemaskan serta lucu—meramaikan kamar bercat biru muda itu pada suatu malam di musim panas.

“Jump, jump!” lanjutnya, sekarang dia melompat-lompat dengan girang di atas tempat tidurnya sambil menyanyikan kalimat itu, dengan nada yang pas walaupun pengucapannya belum sempurna. Kelihatannya dia suka sekali dengan reff lagu yang baru saja dinyanyikan ayahnya—hanya beberapa penggal, sebenarnya—sebagai pelengkap cerita sebelum tidurnya.

“Hei, hei, jangan melompat-lompat, kau mau tidur, ‘kan? Tuh, bed cover-nya jadi berantakan, nanti tidurmu tidak enak kalau alasnya berantakan begini.”

“Tidak nyaman? Aku selalu bangun di pagi hari dengan sprei yang sudah berantakan, tapi di malam harinya aku tidur dengan sangaaat nyenyak, Ayah.”

“Hm, begitukah? Kalau Ayah tidak bisa. Ayah harus tidur dalam keadaan bed cover yang rapi,” seseorang yang menyebut dirinya sebagai ‘Ayah’ tadi pun beringsut dari posisi duduknya, mengangkat tangannya tinggi-tinggi merayapi dinding untuk mematikan lampu melalui saklar berwarna putih, dan mengganti penerangan ruangan dengan lampu meja yang jauh lebih redup. “Sudah, ayo tidur. Tadi janjinya cuma satu cerita, bukan?”

Lelaki mungil yang bahkan masih belum genap empat tahun itu pun menbaringkan dirinya secara tiba-tiba di kasur, langsung dari posisi berdirinya. Ayahnya sampai terkejut.

“Hei, hati-hati. Nanti kepalamu bisa sakit.”

“Ng, Ayah, Ayah,” panggilnya, menatap dengan mata yang penuh binar pada ayahnya. Dia sama sekali tidak mau tahu dengan teguran ayahnya barusan, karena baginya melompat-lompat adalah suatu kesenangan yang memuaskan. Dia begitu lincah, sepertinya karena gen dari ayahnya yang memang punya hobi utama menari. “Jadi Ayah dan ibu selalu bernyanyi bersama? Cuma berdua? Tampil di banyak panggung dan memamerkan lagu kalian?”

Ayahnya, yang berbaring dengan posisi miring dan bertumpu pada salah satu tangannya di sisi sang putra, pun menjawab sambil tersenyum kecil, “Tidak juga. Kami ‘kan punya grup masing-masing. Kami bernyanyi berdua hanya sesekali—”

“Seulyoo-ah, apa yang Ibu bilang tadi? Ayo tidur. Besok pagi kau harus bangun cepat,” seorang wanita dengan rambut panjang namun diikat pada puncak kepalanya muncul mendadak di ambang pintu sambil menyilangkan tangan. “Oppa, ayo, cukup ceritanya.”

“Yaah, Ibu,” anak itu terlihat kecewa. “Kenapa aku harus bangun cepat, besok ‘kan hari Minggu? Lagipula tadi Ayah bilang kalau Ayah mau cerita lebih banyak lagi tentang pekerjaan Ayah dan Ibu, serta grup kalian …” dia mengerucutkan bibirnya.

“Besok kau akan mendengarkan cerita tentang itu sampai puas dari teman-teman Ibu dan Ayah. Mereka akan datang pagi-pagi lalu mengajak kita tamasya. Mau, ‘kan? Ingat Riyoung, tidak? Dia juga akan datang.”

“Riyoung? Anak Tante Qian? Mau!! Aku akan menunjukkan padanya ayunan baru kita di halaman belakang!”

Wanita yang dipanggil ‘Ibu’ tersebut pun mendekati Seulyoo, menarik selimut birunya dan kemudian menutupi tubuh putranya hingga hampir mencapai leher. “Ya, makanya cepat tidur. Kita berangkat pagi-pagi besok.”

“Siap!”

“Ayo, Kapten, sekarang waktunya tidur,” sang ayah pun beranjak. namun sebelum meninggalkan ruangan, dia sempat mencium kening putranya sebagai ucapan selamat malam. Berikut pula istrinya, yang melakukan hal yang sama.

“Selamat malam, anak Ibu yang tampan,” itulah salam sang ibu sebelum meninggalkan kamar Seulyoo.

.

Lee Taemin menutup pintu dengan hati-hati. “Yang datang besok hanya Qian-nuna, ‘kan?”

Choi Jinri berjalan beriringan dengannya, menuju kamar mereka yang tepat bersebelahan dengan kamar Seulyoo, “Ada kejutan,” senyumnya misterius, cukup membuat Taemin heran sampai mengerutkan keningnya. “Soojung dan Minho-oppa bisa selesai mengerjakan tugas kantor mereka tadi sore dan hari Minggu besok mereka bisa bersantai. Mereka mau ikut. Dan—Kibum-oppa dan Amber-unnie ternyata bisa mendapatkan tiket ke Seoul dari Las Vegas kemarin. Andainya tidak sibuk, tadi siang aku mau menjemput mereka di bandara.”

“Wow,” Taemin berdecak, dia pun membukakan pintu kamar untuk mereka berdua. “Ini akan jadi reuni mendadak. Sunyoung bagaimana? Sayang sekali kalau dia dan Jonghyun-hyung melewatkan ini.”

Sulli menempatkan dirinya di kasur lebih dulu dari pada Taemin. “Kejutan tambahan: bayi kecilnya sudah boleh diajak naik pesawat. Dan tadi sore mereka baru tiba dari Tokyo. Jadi mereka berdua—eh, bertiga, maksudnya, dengan Soohyun—akan ikut juga besok!”

“Benar-benar keren,” Taemin memandang langit-langit kamarnya dengan ekspresi kekaguman sekaligus bahagia dan haru yang bercampur bersama. “Aku jadi tidak sabar. Ayo, cepat tidur biar hari esok cepat datang,” dia membalikkan posisi, menghadap Sulli. Sebelum memejamkan mata, dia cium pula pipi sang istri.

“Ya,” angguk Sulli. “Aku benar-benar kangen dengan Amber-unnie. Aku sama sekali belum bertemu dengannya sejak ulang tahun Seulyoo yang kedua. Kabarnya dia akan segera bertunangan. Mungkin setelah project-nya selesai. Oh, tambahan! Dia juga akan segera membangun sekolah basket untuk anak-anak di Las Vegas. Amber-unnie juga cinta basket, sih. Katanya, dia akan membangun itu sesudah dia tunangan.”

“Nah, Kibum-hyung belum mengabari soal pertunangan itu. Awas, ya, dia.”

“Hihi,” Sulli tertawa kecil. “Sebaiknya kita minta mereka ceritakan semuanya besok. Ayo, tidur.”

“Hn,” Taemin hanya menjawab singkat sebelum memejamkan matanya.

Sulli, yang sebelumnya telah mencoba pula memejamkan mata, tiba-tiba membuka pandangannya kembali dan balik badan, mengambil sesuatu dari atas nakas yang tepat berada di samping tempat tidurnya.

Sebuah foto yang dibingkai dengan bingkai biru, di sudut bingkai sengaja dituliskan “love of my life” dengan tinta emas. Senyumnya terkembang ketika memandangi itu.

“Hei, oppa,” panggilnya.

“Apa?” Taemin agak malas menjawab, tampaknya kantuk sudah benar-benar menenggelamkan separuh kesadarannya. Matanya hanya terbuka salah satu sebagai respons atas panggilan Sulli.

“Ada, ya, ternyata—sepasang manusia yang disatukan lewat duet. Semuanya bersemi lewat kerja sama biasa antara dua penyanyi. Satu keluarga terbentuk hanya karena menyanyi dan menari bersama.”

Taemin tertawa, diacaknya sebentar rambut Sulli—wanita itu masih memasang senyumnya yang manis ketika Taemin melakukan itu—“Kadang, ada hal yang tidak kau duga,” dia pun memejamkan matanya kembali, “Dan manisnya juga tidak pernah kau duga sebelumnya.”

“Hihi, ya—kurasa juga begitu,” Sulli pun mengikuti Taemin, mulai tidur karena tak bisa dibohongi pula bahwa dia memang mengantuk setelah banyak kesibukannya yang ia lakukan di akhir pekan ini, sebagai pengurus sebuah butik dan peng-handle sebuah kantor agensi model.

Taemin pun juga kelihatan lelah sekali setelah memeriksa seluruh laporan akhir minggu atas bisnis resort-nya serta melatih beberapa anak untuk menari di kantor agensi yang membesarkan namanya dahulu. Maka, keduanya pun tertidur dengan cepat.

Dan Sulli tertidur dengan memeluk sebuah foto yang manis, yang diambil kurang lebih sembilan tahun sebelumnya; foto dia dan Taemin yang diambil di belakang panggung, dengan kostum utama Midnight Circus, pada hari debut mereka. Pose mereka memamerkan kebahagiaan, mereka sama-sama membentuk simbol peace dengan jari mereka, dan tersenyum gembira pada kamera. Senyum anak muda yang penuh hasrat akan mimpi.

Juga cinta.

Di bagian bawah foto itu, di pojok kanannya, tertulis huruf dengan ukuran kecil, yang baru ditulis Sulli (dengan bantuan Amber sebagai penerjemah, sebenarnya) setelah mereka menikah dan pindah ke rumah ini:

—midnight circus: neverendingly singing love songs and dancing together through the thick and thin of life. forever.

Tinggalkan komentar